Bahtera Nuh Ditemukan

MENIKAH UNTUK BAHAGIA?

Apakah tujuan orang menikah? Supaya bahagia? Bagaimana jika tidak
bahagia? Banyak pasangan yang hidupnya susah setelah menikah. Ada
yang kesulitan menghadapi karakter pasangannya yang sulit diubah.
Akibatnya sering cekcok. Ada yang susah karena anaknya autis atau
cacat mental. Yang lainnya terus-menerus dihadapkan pada musibah.
Jika visi pernikahan Anda cuma demi mengejar kebahagiaan, bisa jadi
Anda kecewa!

Firman Tuhan memandang pernikahan lebih sebagai proses pembentukan
atau pendewasaan. Istri diminta "tunduk", artinya belajar menghargai
kepemimpinan suami. Dengan merendahkan diri, istri dapat menjaga
harga diri suaminya. Begitu pula suami diminta belajar mengasihi
istri seperti merawat tubuhnya sendiri. Bahkan seperti Kristus
mengasihi jemaat (ayat 25,29,32). Di zaman itu, budaya Romawi
menempatkan suami sebagai figur kepala keluarga dengan kuasa tak
terbatas. Lumrah jika suami bersikap sebagai tuan yang minta
dilayani. Namun, para suami kristiani tidak boleh begitu. Mereka
harus "mengasuh dan merawat" istri (ayat 28,29). Artinya menyediakan
waktu dan perhatian yang cukup. Rupanya, untuk mewujudkan pernikahan
kristiani dibutuhkan penyangkalan diri dari kedua pihak. Menikah
ibarat sekolah, yang melaluinya sifat-sifat kita dibentuk.

Dan, proses pembentukan itu menyakitkan! Gary Thomas, pengarang buku
Sacred Marriage (Pernikahan yang Kudus), berkata: "Tuhan merancang
pernikahan untuk membuat Anda suci, lebih daripada membuat Anda
bahagia." Kebahagiaan pernikahan adalah buah atau hadiah dari
perjuangan menyangkal diri. Ia tak akan datang sendiri -JTI

PERNIKAHAN KRISTIANI
MERUPAKAN SEKOLAH UNTUK MEMURNIKAN HATI


e-RH versi web: http://www.glorianet.org/rh/072008/17.html
e-RH arsip web: http://www.sabda.org/publikasi/e-rh/2008/07/17/
++++++++++++++++++++++++++++++
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
Ayat Alkitab: http://www.sabda.org/sabdaweb/?p=Efesus+5:22-33

Efesus 5:22-33

22 Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan,
23 karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus
adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh.
24 Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus,
demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu.
25 Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah
mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya
26 untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan
memandikannya dengan air dan firman,
27 supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan
diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa
itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela.
28 Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti
tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi
dirinya sendiri.
29 Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi
mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap
jemaat,
30 karena kita adalah anggota tubuh-Nya.
31 Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan
bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu
daging.
32 Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan
Kristus dan jemaat.
33 Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku:
kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri dan isteri hendaklah
menghormati suaminya.


Bacaan Alkitab Setahun:
http://www.sabda.org/sabdaweb/?p=Mazmur+137-140

Mengatasi Pencobaan Dengan Bijaksana

I Korintus 10:12-13
Sebagai orang percaya, kita kadang mendengar informasi yang keliru tentang pencobaan. Sebagai contoh, banyak orang percaya bahwa merasa tergoda adalah berdosa, padahal Yesus dicobai Iblis di padang gurun (Matius 4:1). Jika Tuhan tetap melakukan hal yang benar setelah digoda melakukan hal yang salah, maka pencobaan itu bukanlah dosa. Kita harus berjaga-jaga melawan pikiran-pikiran salah yang dapat mengganggu kemampuan untuk tetap kuat.Kebenaran tentang pencobaan adalah bahwa pencobaan merupakan suatu bujukan untuk mengambil keinginan-keinginan yang diberikan oleh Tuhan melebihi batasan-batasan yang diberikan-Nya. Kita merasakan tarikan dari dalam diri yang berdosa, untuk berbuat dan memikirkan hal-hal tak bermoral. Kita tidak akan pernah terlalu dewasa atau terlalu rohani sehingga dapat mengendurkan kewaspadaan. Iblis akan selalu mencoba menggunakan kelemahan dan ego kita.Pencobaan didasarkan pada fantasi, yaitu kemampuan untuk menikmati sesuatu yang ingin dimiliki atau lakukan, tanpa melakukan tindakan nyata. Kita berkata pada diri sendiri bahwa tidak apa hanya berpikir selama tidak bertindak. Namun kala kita membiarkan diri terhanyut dalam pikiran menggoda tersebut, maka pikiran akan terhubung dengan emosi dan menghasilkan suatu keinginan. Keinginan bertumbuh sampai pada keputusan untuk melakukan sesuatu. Pencobaan dimulai dari hal kecil dengan dalih "sekali tidak akan menyakiti": Sekali minum. Sekali bohong. Sekali ciuman. Masalahnya, sekali kita menyerah, dosa akan semakin besar dan menuntut sampai menjadi gaya hidup.